Sabtu, 14 November 2009

makalah AIK 2

BAB I

PENDAHULUAN

Iman kepada qadha dan qadar merupakan rukun iman yang ke-enam atau rukun yang terakhir.Dalam pembicaraan sehari-hari qadha danqadar sering disebut dengan takdir.Rukun iman ini merupakan rukun iman yang paling sulit untuk dipahami, kalau orang tidak berhati-hati, tidak didasari iman dan ilmu yang benar dapat mengakibatkan orang tersebut tergelincir kedalam akidah dan cara hidup yang fatal.Oleh karena itu, untuk memahaminya kita perlu mengadakan studi Al Qur’an dan Assunah.

BAB II

PEMBAHASAN

IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR.

2.1. Rukun Iman yang Ke-enam.

Tiang iman atau rukun iman itu terdiri dari enam hal,yaitu:Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul, Hari kiyamat, dan yang terakhir yaitu iman kepada qadha dan qadar (takdir).ini berdasar pada hadits Jibril yang diriwayatkan Umar bin Khaththab r.a., di saat Rasulullah saw. ditanya oleh Jibril tentang iman. Beliau menjawab, “Kamu beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Akhir, dan kamu beriman kepada qadar baik maupun buruk.” (HR. Muslim)

Rukun iman ini kalau orang tak hati-hati, tidak didasari dengan iman dan ilmu yang benar dapat mengakibatkan sseorang tergelincir ke dalam akidah dan cara hidup yang fatal.oleh sebab itu untuk memahami qadha dan qadar, kita harus studi Al Quran dan Assunah.

2.2. Definisi Qadha dan Qadar

Secara etimologi, qadha memiliki banyak pengertian, diantaranya sebagaimana berikut:

1. Pemutusan.

Kita bisa temukan pengertian ini pada firman Allah:

“(Dia) yang mengadakan langit dan bumi dengan indahnya, dan memutuskan sesuatu perkara, hanya Dia mengatakan: Jadilah, lalu jadi.” [QS. Al-Baqarah (2): 117]

2. Perintah,

Kita bisa temukan pengertian ini pada firman Allah: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” [QS. Al-Israa` (17): 23]

3. Pemberitaan,

Bisa kita temukan dalam ayat:

!$oYøŸÒs%ur Ïmøs9Î) y7Ï9ºsŒ tøBF{$# žcr& tÎ/#yŠ ÏäIwàs¯»yd ×íqäÜø)tB tûüÅsÎ6óÁB ÇÏÏÈ

“Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.” [QS. Al-Hijr (15): 66]

4.Hukum,

Sebab itu hakim dalam islam bernama qadhi. Arti ini dipakai dalam ayat:


“Demi Tuhanmu (Muhammad) bahwa mereka tidak dianggap beriman sehingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudianmereka tidak merasadalam dirinya sesuatu keberatan terhadap suatu hukum (qadha) yang engkau berikan.Dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”[QS. An-Nisa (4): 65]

5.Menghendaki,

“Apabila Allah menghendaki sesuatu urusan, maka Dia cukup mengatakan:’Jadilah’!lalu jadilah ia.”[QS Ali Imran (3) : 47]

Adapun qadar secara etimologi berasal dari kata qaddara, yuqaddiru, taqdiiran yang berarti penentuan. Pengertian ini bisa kita lihat dalam ayat Allah berikut ini. “Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” [QS. Fushshilat (41): 10]

Dari sudut terminologi, qadha adalah pengetahuan yang lampau, yang telah ditetapkan oleh Allah pada zaman azali. Adapun qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qadha) dan dikehendaki oleh hikmah-Nya.

Ibnu Hajar berkata, “Para ulama berpendapat bahwa qadha adalah hukum kulli (universal) ijmali (secara global) pada zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian kecil dan perincian-perincian hukum tersebut.” (Fathul-Baari 11/477)

Ada juga dari kalangan ulama yang berpendapat sebaliknya, yaitu qadar merupakan hukum kulli ijmali pada zaman azali, sedangkan qadha adalah penciptaan yang terperinci.

Sebenarnya, qadha dan qadar ini merupakan dua masalah yang saling berkaitan, tidak mungkin satu sama lain terpisahkan oleh karena salah satu di antara keduanya merupakan asas atau pondasi dari bangunan yang lain. Maka, barangsiapa yang ingin memisahkan di antara keduanya, ia sungguh merobohkan bangunan tersebut (An-Nihayat fii Ghariib al-Hadits, Ibnu Atsir 4/78, Jami’ al-Ushuul 10/104).

2.3. Dalil-dalil Qadha dan Qadar

Perhatikan beberapa ayat Allah dan hadits Nabi yang berkaitan dengan qadha dan qadar-Nya berikut ini.

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [QS. Al-Hadiid (57): 22-23]


“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” [QS. Al-Qamar (54): 49]

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” [QS. Al-Lail (92): 5-10]

2.4. Rukun-rukun Iman Kepada Qadha Dan Qadar

Beriman kepada qadha dan qadar berarti mengimani rukun-rukunnya. Rukun-rukun ini ibarat satuan-satuan anak tangga yang harus dinaiki oleh setiap mukmin. Dan tidak akan pernah seorang mukmin mencapai tangga kesempurnaan iman terhadap qadar kecuali harus meniti satuan anak tangga tersebut.

Iman terhadap qadha dan qadar memiliki empat rukun sebagai berikut.

Pertama,Ilmu Allah SWT . Mengimani bahwa Allah mengetahui segala sesuatu secara global maupun terperinci, azali dan abadi, baik yang berkaitan dengan perbuatan-Nya maupun perbuatan para hamba-Nya.Hal ini bisa kita temukan dalam beberapa ayat quraniah dan hadits nabawiah berikut ini.

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [QS. Ath-Thalaaq (65): 12]

Kedua, Penulisan Takdir. Di sini mukmin harus beriman bahwa Allah swt. menulis dan mencatat takdir atau ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kehidupan manusia dan sunnah kauniah yang terjadi di bumi di Lauh Mahfuzh.

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” [QS. Al-Hajj (22): 70]

Ketiga, Masyi`atullah (Kehendak Allah) dan Qudrat (Kekuasaan Allah). Seorang mukmin yang telah mengimani qadha dan qadar harus mengimani masyi`ah (kehendak) Allah dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Apa pun yang Dia kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Dia tidak mampu melainkan karena Dia tidak menghendakinya. Allah berfirman,

Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” [QS. Faathir (35): 44]

Keempat, Penciptaan-Nya. Ketika beriman terhadap qadha dan qadar, seorang mukmin harus mengimani bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu, tidak ada Khaliq selain-Nya dan tidak ada Rabb semesta alam ini selain Dia. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut ini.

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” [QS. Az-Zumar (39): 62]

2.5. Macam-macam Takdir

Takdir ada empat macam. Namun, semuanya kembali kepada takdir yang ditentukan pada zaman azali dan kembali kepada Ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. Keempat macam takdir tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, Takdir Umum (Takdir Azali). Takdir yang meliputi segala sesuatu sebelum diciptakannya langit dan bumi. Di saat Allah swt. memerintahkan Al-Qalam (pena) untuk menuliskan segala sesuatu yang terjadi dan yang belum terjadi sampai hari kiamat. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut ini.“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” [QS. Al-Hadiid (57): 22]

Kedua, Takdir Umuri. Yaitu takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya ketika pembentukan air sperma (usia empat bulan) dan bersifat umum.

Ketiga, Takdir Samawi. Yaitu takdir yang dicatat pada malam Lailatul Qadar setiap tahun. Perhatikan firman Allah berikut ini.

“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [QS. Ad-Dukhaan (44): 4-5]

Keempat, Takdir Yaumi. Yaitu takdir yang dikhususkan untuk semua peristiwa yang akan terjadi dalam satu hari; mulai dari penciptaan, rizki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan firman Allah,

“Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” [QS. Ar-Rahmaan (55): 29]

Ketiga takdir yang terakhir tersebut, kembali kepada takdir azali: takdir yang telah ditentukan dan ditetapkan dalam Lauh Mahfudz.

2.6. Keadilan Allah dan Ikhtiar Manusia.

Semua yang ditakdirkan oleh Allah swt. selalu tersirat hikmah dan maslahat bagi manusia. Hikmah dan maslahat yang telah diketahui oleh-Nya. Maka, Dia tidak pernah menciptakan kejelekan dan keburukan murni yang tidak pernah melahirkan suatu kemaslahatan. Kejelekan dan keburukan ini tidak boleh dinisbatkan kepada Allah swt., melainkan dinisbatkan kepada amal perbuatan manusia. Hal ini berdasarkan firman Allah swt :“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” [QS. An-Nisaa` (4): 79]

Maksudnya, segala kenikmatan dan kebaikan yang dialami manusia berasal dari Allah SWT, sedangkan keburukan yang menimpanya diakibatkan karena dosa dan kemaksiatannya.

Allah membenci kekufuran dan kemaksiatan yang dilakukan hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, Dia mencintai dan meridhai ketakwaan dan kesalehan. Dia juga menunjukkan dua jalan untuk hamba-hamba-Nya, sedangkan manusia diberikan akal untuk memilih (ikhtiar) salah satu jalan tersebut sesuai pilihan dan kehendaknya. Maka, barangsiapa yang memilih jalan kebaikan ia berhak mendapat ganjaran dan yang memilih jalan keburukan atau kebatilan maka ia berhak mendapat siksa oleh karena hal ini dilakukan secara sadar dan atas pilihannya sendiri tanpa ada unsur paksaan. Meskipun sebab-sebab dan factor-faktor pendorong amal perbuatannya tidak lepas dari kehendak Allah swt.

Maka, tidak ada alasan dan hujjah lagi bagi manusia bahwa setiap kekufuran dan kemaksiantan yang dilakukannya karena takdir Allah swt. Oleh karena itu, Allah mencela orang-orang musyrik yang berdalih dengan masyi-at Allah atas kekufuran mereka seperti dalam firmanNya;“Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun.’ Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, ‘Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?” Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta. Katakanlah, ‘Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.” [QS. Al-An’aam (6): 148-149]

Telah menjadi sunatullah bahwa suatu kejadian, mengandung kausalitas dan hikmah.Ada sebab dan ada akibat.Oleh karena itu maka Wajib ada factor usaha atau ikhtiar dan tanggung jawab dari manusia. Ikhtiar serta diiringi doa adalah kewajiban manusia, tapi kepastian akhir adalah ditangan Allah swt. Firman Allah:

”Maka barang siapa yang menghendaki iman, maka berimanlah dia. Dan baragn siapa yang menghendaki kafir, maka kafirlah dia.”[QS. Al Kahfi (18): 29]

2.7. Hikmah Beriman Kapada Takdir

Muslim yang meyakini akan qadha dan qadar Allah swt. secara benar akan melahirkan buah-buah positif dalam kehidupannya. Ia tidak akan pernah frustrasi atas kegagalan atau harapan-harapan yang lari darinya, dan ia tidak terlalu berbangga diri atas kenikmatan dan karunia yang ada di genggamannya. Sabar dan syukur adalah dua senjata dalam menghadapi setiap permasalahan hidup.

Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar dalam kitab “Al-Qadha wa Al-Qadar” menyimpulkan hikmah beriman terhadap qadar sebagai berikut.

Pertama, jalan yang membebaskan kesyirikan.

Kedua, tetap istiqamah. “Sesungguhnya, manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.” [QS. Al-Ma’arij (70): 19-22]

Ketiga, selalu berhati-hati. “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” [QS. Al-A’raaf (7): 99]

Keempat, sabar dalam menghadapi segala problematika kehidupan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan.

Qadha dan qadar (takdir) merupakan rukun iman yang ke-enam, secara bahasa qada dapat berarti: Pemutusan, Perintah, Pemberitaan, Hukum,Menghendaki.Sedangkan qadar berarti penentuan. Dan menurut istilah qadha adalah pengetahuan yang lampau, yang telah ditetapkan oleh Allah pada zaman azali. Adapun qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qadha) dan dikehendaki oleh hikmah-Nya.

Setiap orang mukmin wajib mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di ala m ini adalah menurut hukum (sunatullah),berdasarkan suatu undang-undang universal atau kepastian hukumatau takdir.dan salah satu dari sunatullah itu adalah otonomi manusia, inilah yang mewajibkan manusia berikhtiar.

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahnya.

Nazarudin Razak, Drs, Dienul Islam, 1973, AlMa’arif: Bandung.

http://www.dakwatuna.com/search/DEFINISI+IMAN/page/8/.http://www.dakwatuna.com/search/DEFINISI+IMAN/page/8/

makalah AIK 3

BAB II

PEMBAHASAN

Makna Zakat

Soal : Apakah pengertian Zakat secara bahasa, dan secara istilah?

Jawab: Secara bahasa, zakat berarti suci, subur, dan berkembang.

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(QS 9: 103)

.Adapun menurut istilah Fiqih Islam, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan didalam syara’. Sedangkan secara umum pengertian zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada pihak yang berhak menerimanya, dengan persyratan tertentu pula.3

Dasar Hukum Zakat

Soal : Apakah yang menjadi dasar diwajibkannya zakat?

Dasar hukum diwajibkannya zakat dalam Islam adalah:

1. Al-Qur’an, didalam Al-Qur’an terdapat 82 ayat yang memerintahkan untuk membayarkan zakat yaitu antara lain dalam surat:

a. Al-Baqarah ayat 110:

” Dan tegakanlah Shalat serta bayarkan pula zakat”

b. Maryam ayat 31:

” Dan Dia(Allah) memerintahku untuk mengerjakn shalat dan membayarkan zakat, selagi aku masih hidup”.

c. Al-Hadid ayat 7:

”....Dan nafkahkanlah (zakatkanlah) sebagaian dari hartamu yang allah telah menjadikan kamu menguasainya....”.

2. Hadits:

3. Selain terdapat dalam Al-Qur’an, dasar hukum diwajibkannya zakat dalam Islam juga terdapat dalam Hadits Nabi, diantaranya: Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh: ”Pada suatu hari Rasulullah SAW duduk beserta para sahabatnya, lalu datanglah kepadanya seorang laki-laki dan bertanya: Wahai Rasulullah, aakh Islam itu? Nabi SAW menjawab: Islam itu ialah engkau menyembah Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan engkau mendirikan shalat, dan engkau membayarkan zakat, dan engkau mengerjakan puasa di bulan Ramadhan....”

4. Atsar dan Ijtihad:

Abu Bakar Ash Shidhiq berkata:” Ini adalah ketentuan( kefardluan sedekah) yang telah difardlukan Rasulullah SAW atas para muslimin”. Sedangkan menurut Ijtihad para ulama sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafi dari Islam.(Anshori 2006:18)

Prinsip-prinsip Zakat

Soal: Sebagai ibadah maliyah ijtimaiyah, apakah yang menjadi prinsip yang mengatur harta yang harus dikeluarkan zakatnya?

Jawab: Sebagai suatu kewajiban yang harus ditunaikan, ada prinsip-prinsip yang mengatur zakat, diantaranya adalah sebagi berikut:

1. Zakat hanya dikenakan pada harta yang mempunyai sifat secara potensial dapat berkembang. Seperti emas.

2. Zakat dibayarkan dari harta yang terkena wajib zakat.

3. Zakat dipungut dari harta yang benar-benar menjadi milik dan berada ditangan para wajib zakat.

4. Zakat yang tidak dibayarkan pada waktunaya tetap menjadi tanggungan para wajib zakat dan menyangkut semua harta yang terkena wajib zakat.

5. Zakat teteap merupakan kewajiban disamping pajak.

Unsur-unsur zakat

Soal: Apa sajakah yang menjadi unsur utama dalam pelaksanaan zakat?

Jawab: Dalam zakat sebagai ibadah kebendaan yang bertujuan kemasyarakatan tentunya memiliki unsur-unsur khusus ynag tidak ada dalam ibadah lainnya, yaitu:

1. Orang yang mengeluarkan zakat(Muzakki)

Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengeloaan Zakat menyatakan bahwa muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oeh orang muslm yang berkewajiban menunaikan zakat.

2. Harta yang wajib dizakati

Harta yang dikenai zakatnya yang jelas ada dalilnya adalah: emas dan perak, harta pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan, perdagangan dan perusahaan, hasil peternakan, hasil tambang, hasil pendapatan dan jasa, dan harta temuan.

Didin Hafidudin menambahkan harta yan wajib dizakati dalam perekonomian modern, yang dikelompokkan ke dalam sepuluh bagian zakat; yaitu: zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga, zakat perdagangan mata uang, zakat hewan ternak yang di perdagangkan, zakat madu dan produk hewani, zakat investasi properti, zakat asuransi syari’ah, dan zakat rumah tangga modern.

3. Penerima zakat (Mustahiq)

Yaitu badan atau orang yang berhak menerima zakat.

4. Amil

Amil zakat adalah pengelola zakatyang diorganisasikan dalam suatui badan atau lembaga. Sebagaimana dalam Al-Qur’an Syrat At-Taubah 103, yang menyebutkan kata ”amilina alaiha’ diartiakan sebagai pengurus zakat.

Soal: Apakah sah jika zakat diserahkan secara langsung kepada mustahiq?

Jawab: Mengeluarkan zakat dengan cara menyerahkan langsung kepada mustahiq zakat adalah sah, tetapi hikmah dan fungsi zakat untuk mewujudkan kesejahteraan umat akan sulit terwujud.

Syarat-syarat Zakat

Soal : Dalam menjalankan ibadah, tentunya terdapat syarat-syarat tertentu. Apakah yang menjadi syarat wajib zakat?

Yang terkait dengan Muzakki (yang mengeluarkan zakat):

1. Islam (HR Bukhari Muslim dari Mu’ad ra)

2. Merdeka

Para ulama sepakat bahwa tidak wajib zakat bagi budak/ hamba sahaya karena ia tidak menguasai hartanya (menjadi milik tuanya)

Yang terkait dengan harta:

1. Dimiliki secara penuh,halal dan baik, tidak ada kewajiban atas harta yang bukan miliknya.

2. Berkembang atau tumbuh. Jika tidak maka tidak wajib dizakati. Ini berdasarkan pada hadist Rosulullah saw.,”Tidak wajib atas seorang muslim zakat atau kudanya atau hamba sahayanya.” dalam tafsirnya Imam Nawawi menjeleskan,”Hadis ini menjadi prinsip barng yang tidak tumbuh dan tidak dikembangkan seperti kursi, pedang, perabot, pakaian, biku,dan sebagainyatidk wajib zakat atasnya.”(Shahih Muslim,Syarhu An-Nawawi,juz 7)

3. Sampai nishab.

4. Berlebih dari kebutuhan primer (dasar).

Dalam Q.S 2: 219 disebutkan,

”Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang harus dizakatkan, maka katakanlah (hai Muhammad),’Yang berlebih dari kebutuhan’.”

Bersabda Nabi saw .”Tidak ada zakat kecuali atas yang berlebih.”(HR Ahmad)

5. Bersih dari hutang, yaitu: hutang yang tidak mampu dibayar dan waktunya mendesak.

6. Sampai masa pengeluaran (haul). Untuk zakat harta, perdagangan, dan hewan adalah jika sudah setahun. Adapun untuk pertanian, madu, barang tambang, hatra temuan, dikeluarkanzakatnya pada saat panen atau saat mendapatkannya.

Soal : Berapakah nishab yang harus dikeluarkan untuk masing-masing harta yang wajib dizakati?

Nishab masing-masing harta tersebut adalah:

a. Unta, jika sudah sampai lima ekor zakatnya 1ekor kambing.

b. Sapi, jika sudah sampai 30 ekor zakatnya 1ekor kambing.

c. Kambing, jika sudah sampai 40 ekor zakatnya 1ekor kambing.

d. Emas simpanan 85 gram, atau perak simpanan 595 gram, zakatnya sebesar 2,5%.

e. Uang, jika sudah senilai 85 gram emas atau 595 gram perak zakatnya 2,5%.(QS 9:34)

f. 5 wasaq (652,8 Kg) untuk kurma atau biji-bijian. Hasil-hasil pertanian, 5% untuk yang diairi dengan irigasi dan 10% untuk yang langsung dari hujan

g. Rikaz sebesar 20%.

Mustahiq Zakat

Soal: Siapa sajakah orang atau badan yang berhak menerima zakat?

Jawab: menurut ketentuan Al-Qur’an surat Attaubah ayat 60:


Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Menurut ayat diatas yang berhak menerima zakat ialah:

1. Orang fakir yaitu: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.

2. Orang miskin yaitu: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.

3. Pengurus zakat(amil) adalah: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.

4. Muallaf yaitu: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.

5. Memerdekakan budak dalam hal ini menurut tafsirannya mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.

6. Orang berhutang pengertiannya yaitu orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat diperbolehkan, walaupun ia mampu membayarnya.

7. Sabilillah yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.

8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

Macam-macam Zakat

Soal: Ada berapa macam zakat itu, sebutkan dan jelaskan?

Jawab: zakat terdiri atas dua macam, yaitu: Zakat Fitrah dan zakat Mal

Zakat Fitrah

Zakat fitrah wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan yang wajar pada malam dan hari raya Iedul Fitri, sebagai tanda syukur telah selesai menunaikan puasa. Selainitu utuk menggembirakan hati fakir miskin pada hari raya, juga dimaksudkan untuk membersihkan dosa-dosa kecil yang mungkin ada ketika menjalankan puasa. Sabda Rasulullah:” Dari Ibnu Abbas r.a, beliau berkata: telah diwajibkan oleh Rasulullah SAW zakat firrahpembersih orang yang berpuasa dan pemberi makan orang miskin. Barang siapa menunaikan sebeum shalat Ied maka zakatnya diterima. Dan barang siapa membayarna sesudah shalat Id, maka zakat itu dianggap sebagai zakat biasa”.(HR Abu Daud dan Ibnu Majjah)

Zakat Mal

Zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan yang wajib dikeluarkan untuk golongan-golongan tertentu setelah dimilikidalam jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu.

Soal: Apa sajakah yang menjadi syarat-syarat wajib zakat fitrah?

Jawab: Syarat-syarat wajib zakat fitrah adalah:

a. Islam

b. Orang itu ada sewaktu terbenam matahari penghabisan pada bulan Ramadhan.

c. Mempunyai kelebihan harta keperluan makan bagi dirinya dan orang yang menjadi tangguangannya.

Soal: kapankah zakat fitri itu harus dibayarkan?

Jawab: Waktu membayar zakat fitrah pada asalnya adalah sewaktu terbenam matahari pada malam harin raya Idul Fitri. Tetapi tidak ada larangan apabila membayar sebelum waktu tersebut, asal tetap dalam hitungan bulan Ramadhan.

Urgensi Zakat dalam Islam

Soal : Bagaimankah urgensi zakat dalam Islam itu?

Demikian pentingnya zakat dalam islam sehingga perintah menunaikannya digabungkan oleh Allah Swt dengan perintah untuk melaksanakan shalat. Beberapa urgensi zakat dalm islam adalah:

1. Perintahnya digabung dengan perintah shalat.

2. Harta yang tidak dikeluarkan zakatnya disebut sebagai harta yang kotor.(QS 9:103)

3. Merupakan rukun Islam yang ke-3.

4. Tidak mengeluarkan dianggap sebagai merampas hak orang lain dan mendapatkan dosa besar.

5. Kewajibannya juga kepada para nabi terdahulu.(QS 2:40,43. 19:30-31)

Hikmah Zakat

Soal : Apa hikmah kita mengeluarkan zakat?

Dengan mengeluarkan zakat kita telah:

1. Menolong golongan yang lemah.(QS 9:60)

2. Mematuhi perintah Allah Swt.(QS 2:3)

3. Membersihkan jiwa dari kekikiran.(QS 17:26-27)

4. Sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah kita terima.